Wednesday, January 28, 2009

Iklan Rokok Harus Ikut Dilarang !!!

Tindak lanjut fatwa haram merokok bagi anak-anak, wanita hamil, ulama, dan di tempat umum yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) harus diikuti dengan larangan terhadap iklan rokok. Pasalnya, iklan rokok memiliki efektivitas yang tinggi untuk membujuk masyarakat, terutama anak-anak, untuk merokok.

Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak), seperti disampaikan Sekjen Arist Merdeka Sirait, mendesak pemerintah pusat untuk segera melarang segala bentuk iklan, promosi maupun sponsor rokok. "Iklan memang strategi yang paling luar biasa untuk memengaruhi anak. Ketika iklan dihentikan tidak akan merugikan industri kok. Yang jelas, itu bisa mengundang anak merokok. Malaysia dan Thailand sudah membuktikannya kok," ujar Arist dalam pernyataan sikap Komnas Anak di Jakarta

Koordinator Litigasi/Wakil Ketua Komnas Anak Muhammad Joni membenarkan pendapat Arist mengenai efektivitas iklan rokok bagi pola rokok anak-anak dan remaja. Menurut riset yang dikembangkan Komnas Anak bersama dengan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Prof DR Hamka pada tahun 2007, sekitar 99,7 persen remaja yang merokok melihat iklan rokok di televisi, 86,7 persen melihat iklan rokok di media luar ruang, 76,2 persen melihat iklan rokok di koran dan majalah, serta 81 persen pernah mengikuti kegiatan yang disponsori industri rokok.

Sementara itu, 46,3 persen remaja berpendapat iklan rokok berpengaruh besar terhadap keputusan untuk mulai merokok dan 41,5 persen berpendapat keterlibatan dalam kegiatan yang disponsori rokok memiliki pengaruh untuk mulai merokok. "Jadi ada pembuktian akademik. Iklan mendorong anak merokok, berinisiasi, dan kemudian berpengaruh terhadap loyalitas anak terhadap rokok," ujar Joni.


Tuesday, January 20, 2009

Menciptakan "Obama" di Indonesia


Apa yang harus dilakukan kaum muda dan mahasiswa Indonesia jika suatu saat nanti tampil menjadi pemimpin bangsa, seperti Barack Obama? Kuncinya satu: aktiflah dalam kegiatan kemahasiswaan dan kemasyarakatan seperti yang pernah dilakukan Obama. Akan lebih baik jika calon pemimpin Indonesia, seperti halnya Obama, punya kepekaan lintas-budaya dan budaya lokal.Pendapat ini dikemukakan Prof Dr Bernadette N Setiadi (60), mantan Rektor Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta.


Pidatonya, ”Relevansi Psikologi Lintas-Budaya dalam Memahami Kepemimpinan Global”, relevan dengan situasi dunia yang baru menyaksikan kemenangan Obama sebagai presiden ke-44 Amerika Serikat (AS) dan situasi Indonesia yang tahun depan menyelenggarakan pemilu legislatif dan presiden.”Obama itu unggul karena muda, inspiratif, dan pernah terekspos pada budaya lain sehingga ia punya kepekaan terhadap kesulitan masyarakat di negara berkembang. Perspektifnya menjadi lebih kaya,” ujarnya.


Membandingkan AS dengan Indonesia memang kurang adil, katanya, karena kelas menengah di AS jumlahnya amat besar dan sistem demokrasinya jalan.”Indonesia pada zaman Soekarno, rasa menjadi satu bangsa amat kental. Walaupun kita miskin, tapi bangga menjadi orang Indonesia. Sekarang justru set back karena kita tak mengikuti perkembangan zaman dan pengetahuan. Aturan tak tertulis masih sering mengemuka bahwa untuk jadi gubernur atau bupati harus putra daerah, padahal harusnya kompetensi yang lebih penting.”


Bernadette tertarik masalah kepemimpinan secara umum, bukan hanya korporat. Karena itu, dia mencoba mencari jawaban mengapa hanya sedikit kaum muda dan sarjana Indonesia yang tampil menjadi pemimpin. Jawabnya, sistem pendidikan dan budaya kolektivisme kita tidak mendidik kaum muda kota untuk percaya diri.”Ia banyak mewawancarai tokoh-tokoh yang berhasil. Mereka umumnya tidak terlalu tinggi capaian akademiknya, tetapi aktif di kemahasiswaan sehingga memiliki kemampuan dalam persuasi dan keterampilan sosial.”


Harusnya 10-15 persen mahasiswa kita nantinya bisa menjadi pemimpin jika sistem pendidikan kita sengaja dirancang agar siswa dan mahasiswa tidak hanya melulu belajar saja.”

Bernadette menyatakan, masyarakat dengan power distance yang tinggi menganggap wajar bahwa mereka yang memiliki status tinggi memiliki kekuasaan lebih besar dibandingkan orang dengan status rendah. Sebuah negara kolektivis dengan power distance tinggi, seperti Indonesia, ditandai kecenderungan untuk berorientasi pada pemegang kekuasaan dan relasi yang sifatnya hierarkis.


Kecenderungan ini menyebabkan individu yang dibesarkan pada budaya seperti itu menjadi takut untuk mengambil keputusan yang berbeda dari keinginan kelompok-dalamnya (in-group). Oleh karena itu, jauh lebih sulit bagi seorang pemimpin dalam budaya kolektivistik untuk melakukan tindakan yang benar tetapi tidak populer.Soeharto yang oleh sebuah parpol disandingkan dengan banyak pahlawan nasional dan guru bangsa, menurut Bernadette, dalam dua-tiga Pelita pertama memang dapat mendorong kemajuan ekonomi Indonesia dengan memanfaatkan dimensi power distance yang tinggi ini.Hanya, sayangnya, dalam perkembangan lebih lanjut, budaya kolektivisme dengan power distance tinggi ini tidak disikapi dengan tepat sehingga keputusan yang diambil cenderung memprioritaskan kelompok-dalamnya saja, dan bukan kepentingan bersama yang mengatasi batas-batas kepentingan kelompoknya sendiri.


Tokoh seperti Obama, menurut dia, selain memiliki visi jauh ke depan dan sangat inspiratif, juga memiliki dua kualitas lain yang menentukan apakah orang-orang yang dipimpinnya mau memercayai dan mau mengikutinya. Ia memiliki integritas serta nilai menghargai martabat manusia dan nilai mendahulukan kepentingan yang lebih besar.


Friday, January 16, 2009

Obama, The First Wired President


SEJAK belum dikenal banyak orang hingga menjadi presiden terpilih Amerika Serikat, Barack Obama telah menggunakan internet untuk berkomunikasi secara langsung dengan warga Amerika.


Tentu saja situs-situs sinergi yang dapat digunakan secara interaktif selama kampanye berkat tim website Obama dapat membantu warga AMerika untuk memberikan banyak masukan bagi presiden barunya. Obama sendiri dapat dikatakan telah memotong jalur komunikasi, tidak seperti yang terjadi pada media tradisional.


"Inilah saatnya demokrasi kembali bangkitnya," ujar Andrew Rasiej, pendiri Forum Demokrat dan Blog techPresident. "(Obama) berpontesi besar mentransformasikan hubungan antara warga Amerika dan kehidupan demokrasi."


Selama Obama kampanye setidaknya beberapa situs jaringan patut diberi penghargaan seperti Facebook, MySpace dan MyBarackObama.com. Situs-situs menyampaikan agenda kegiatan, penggalangan dana, dan reli relawan. Facebook sendiri telah memiliki lebih dari 150 juta pengguna aktif dan rata-rata pengguna memiliki teman 100 dalam situs ini.


Obama memiliki lebih dari 1 juta teman di Myspace dan lebih dari 3,7 juta pendukung di halaman Facebook-nya--700.000 lebih saat dia dipilih di Bulan November. Sekitar 13 juta pendukung masuk dalam database beserta emailnya.


"Obama telah menemukan sebuah model media alternatif,' ujar analis politik senior CNN Bill Schneider. "Jaman dulu presiden bicara pada rakyat lewat televisi dan rakyat menjawabnya dalam bentuk poling. Jaman sekarang, komunikasi berlangsung online dan dua arah."

Facebook, MySpece, YouTube dan Twitter belum ada di jaman George W Bush mulai memimpin delapan tahun lalu. Namun, sejak pemilihan akhir November lalu, Obama tidak membuang waktu menggunakan komunikasi online ini. Pekan terakhir, dia juga merekam sambutannya dalam sebuah video dan menayangkannya di YouTube, sehingga ratusan juta kali dapat dilihat.



Thursday, January 15, 2009

Merokok Tingkatkan Risiko Alzheimer


Merokok sudah terbukti tidak baik untuk kesehatan. Berbagai penyakit dalam tubuh bisa dipicu kebiasaan mengisap tembakau tersebut. Bahkan, dalam penelitian terbaru, kebiasaan merokok berisiko mengidap alzheimer.


Lewat analisis yang dilakukan 24 penelitian sebelumnya, peneliti-peneliti dari Inggris menemukan bahwa merokok berisiko tinggi mengidap alzheimer dibandingkan bukan perokok. Ketika diperdalam, perokok memiliki 79 risiko lebih tinggi untuk kehilangan memori dibanding mereka yang bebas rokok.


Tak hanya itu, ada bukti yang menyatakan bahwa smokers (perokok) berisiko mengidap tipe lain dari demensia. Serta, penurunan kemampuan mental yang berhubungan dengan usia.


Intinya, dikutip Reuters Health, merokok sangat berhubungan dengan meningkatnya terjangkit alzheimer. "Dengan demikian, seharusnya orang harus menghentikan kebiasaan merokok. Bahkan, sama sekali tidak memulai merokok," ulas Dr Ruth Peters dari Imperial College London.


Peters dan rekan-rekannya yang merilis hasil penelitian itu di jurnal BMC Geriatrics menambahkan, merokok berkontribusi meningkatkan risiko demensia setara dengan pengaruh buruk rokok terhadap kesehatan jantung.


Caranya, rokok merusak pembuluh darah dan aliran darah. Seiring bertambahnya usia, hal itu (kerusakan pembuluh darah, Red) meningkatkan kerusakan jaringan otak.


Kabar baiknya, begitu seseorang berhenti merokok, risiko terjangkit alzheimer juga berkurang. "Memang masih butuh penelitian lanjutan. Namun, ada kemungkinan, risiko alzheimer merosot begitu smokers berhenti merokok," jelasnya.

Tuesday, January 13, 2009

Graduation MMWM XV 2008

Teman2 yang Kurjar.. :)
With My Wife and My Mother

Foto bareng setelah wisuda




Berubahlah !!!!


Supaya Anda siap menghadapi perubahan yang mungkin terjadi, terapkan konsep OCEAN yang diperkenalkan pakar manajemen Rhenald Kasali dalam bukunya, Change!


Opennes to experience (keterbukaan terhadap hal-hal baru).
Orang yang punya cara berpikir terbuka cenderung imajinatif dan kreatif. Mereka bersifat fleksibel, menyukai keragaman, serta mengutamakan hal-hal yang sifatnya orisinil.


Conscientiousness (keterbukaan hati dan telinga).Mereka yang punya keterbukaan hati yang tinggi cenderung bergerak secara terpola, menghargai waktu, dapat diandalkan, disiplin, termotivasi, serta gigih mencapai tujuan.


Extroversion (membuka diri pada orang lain).Orang yang extrovert cenderung senang berkawan dan bekerja dalam kelompok, lugas, berenergi, percaya pada orang lain, percaya diri, dan penuh keberanian.


Agreeableness (keterbukaan terhadap kesepakatan).Dalam setiap proses perubahan, akan ada sejumlah kesepakatan yang perlu dilakukan. Poin penting dalam mencapai kesepakatan adalah sifat kooperatif, kesediaan untuk melakukan pengorbanan bagi kepentingan yang lebih utama, serta kemampuan untuk mempercayai orang lain.


Neuroticsm (keterbukaan terhadap tekanan).Orang yang sudah terlatih menghadapi tekanan biasanya tidak terlalu sensitif dan memiliki kontrol emosi yang baik.

- Jan 13th, 2009 -