Tuesday, September 30, 2008

Laughter is Contagious

Good Health is Laughing Matter
Patch Adams adalah film drama komedi tahun 1998 yang disutradarai oleh Tom Shadyac dan berdasar kisah nyata dari Hunter "Patch" Adams.
Film ini sangat sukses di Amerika dan menjadi box office dengan pendapatan 2x biaya pembuatannya dan menjadi nominasi Academy Award untuk Best Music, Original Musical or Comedy Score

Patch Adams
Dia seorang dokter. Tetapi, dia tak pernah mengenakan jas putih berkalung stetoskop. Dia berbaju badut, mengenakan hidung palsu bundar merah, meloncat-loncat di antara pasien seperti seorang aktor komedian di atas panggung. Para pasien tertawa terbahak-bahak, merasa dunia menjadi lebih menyenangkan, dan mereka merasa lebih sehat karena dia. Nama aslinya Hunter Adams, tetapi dia lebih suka dipanggil Dokter Patch Adams.


Good Health is Laughing Matter
Inilah kisah tentang sebuah sosok unik yang hidup dalam alam nyata nun di Virginia, AS, sana. Patch Adams adalah seorang dokter yang percaya bahwa tugas dokter bukan hanya menyembuhkan penyakit, tetapi juga menyembuhkan manusia. Pendekatan kepada pasien bukan sebagai bagian dari warga rumah sakit yang diingat dengan nomor kamar saja, tetapi dengan menyebut nama, dengan sapaan lembut, dengan belaian, bahkan dengan humor. Puluhan tahun Dokter Adams mendirikan klinik gratis bagi mereka yang tak mampu dengan metode penyembuhan kemanusiaan sebuah pendekatan yang sangat ditentang lembaga medis konvensional. Untuk perkembangan institut yang didirikannya itulah, akhirnya Patch merelakan kisah hidupnya yang unik, dan menarik itu ditulis dalam sebuah buku berjudul Good Health is a Laughing Matter, yang kemudian dijadikan film ini.


The Beginning

Tentu saja, aktor Robin Williams, seorang aktor komedian terkemuka, sangat cocok memerankan tokoh nyata ini. Film ini dibuka dengan kisah Adams muda, yang ingin bunuh diri. Ia membatalkan niatnya dan secara sukarela masuk ke rumah sakit jiwa untuk dirawat. Alih-alih menjalani perawatan, Patch Adams malah mendapatkan berbagai pengalaman yang menimbulkan inspirasi pada dirinya. Empati! Dia kemudian memutuskan bergabung di Fakultas Kedokteran University of Virginia, dan menjadi salah satu mahasiswa terkemuka. Tetapi, yang membuatnya populer tentu saja bukan karena ia mudah mendapatkan angka tinggi tanpa pernah belajar, melainkan karena gairahnya yang luar biasa untuk menyembuhkan pasien dengan humor hingga ia harus mendobrak sistem fakultas dan rumah sakit yang rigid. Adams nyaris dipecat dari fakultas.

New Journey
Ia muncul sebagai seseorang yang penuh gairah, berpakaian terang benderang, dan dengan nafsu yang menggelegak untuk menyelamatkan dunia. Meski Patch Adams adalah sebuah kisah nyata berdasarkan kehidupan nyata seorang dokter tentu saja sutradara tak bisa melepaskan citra rasa Hollywood yang melodramatis. Adegan pengadilan Adams, yang teatrikal—dia berceramah hingga para hadirin terpesona—dan para pasien serta suster yang ikut mendukungnya (hingga penonton melelehkan air mata) tentu sebuah resep yang tak boleh ditinggalkan. Dan karena itu, film yang sesungguhnya menarik ini jatuh pada arena kecengengan. Untung saja, adegan akhir, saat Adams diwisuda, tidak diromantisasi. Ia menjadi sebuah adegan segar yang mengejutkan, yang menggelikan (bagi mereka yang menangkap humor itu dengan santai). Patch bersama rekannya telah membangun Gesundheit! Institute. Fasilitas kesehatan yang memiliki luas 147 hektar ini berada di Pocahontas County, West Virginia, Amerika Serikat.
Siapapun boleh datang kesini –anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang kaya (yang kekurangan rasa cinta di rumah sakit lainnya), para korban perang yang diabaikan oleh negara- dan kabar baiknya tidak dipungut bayaran alias gratis.
Gratis ? Ya, gratis. Patch ingin menunjukkan bahwa dengan tidak memungut bayaran, ia bisa memberikan cinta dan kasih sayang kepada para pasiennya. Memang sudah sepantasnya rumah sakit dan dokter tidak melibatkan bisnis dalam praktek kedokteran. Patch melihat hal itu sebagai hal yang salah.
Di Gesundheit, Patch tak hanya menyediakan fasilitas kesehatan, ia juga menyediakan sebuah lahan yang penuh dengan tanaman. Siapa saja boleh menanam dan memakannya. Para pasien boleh tinggal disitu dan bercocok tanam. Yang hasilnya bisa dimakan bersama-sama dengan pasien lainnya.
Tak ayal lagi, hal ini lah yang membuat banyak pasien sembuh. Rasa cinta dan penuh perhatian yang diberikan oleh seluruh praktisi kesehatan di Gesundheit membuat tubuh pasien menghasilkan kesembuhan yang alami.

Mengambil Makna
1. Do The Best, and God Take The Rest - berbuatlah yang terbaik dalam hidupmu, dan serahkan segalanya ke dalam tanganNya.
2. Sayangilah sesamamu manusia seperti engkau mengasihi dirimu sendiri.

Monday, September 29, 2008

Sometimes Shit Happens !!



"Mama said Life is Like a Box of Chocolate"....
Forrest Gump adalah sebuah film drama tahun 1994 berdasarkan novel tahun 1986 oleh Winston Groom. Film ini sukses secara komersial dan menjadi film terlaris di Amerika Utara pada tahun rilisnya. Film ini meraih total 13 nominasi Academy Awards dan memenangkan enam diantaranya, termasuk Film Terbaik, Sutradara Terbaik (Robert Zemeckis), dan Aktor Terbaik (Tom Hanks).



Sang IQ Rendah

Film ini menceritakan tentang seorang pria dengan IQ bernama Forrest Gump yang berasal dari sebuah keluarga yang berantakan di mana orang tuanya bercerai dan ibunya memiliki hubungan lagi dengan pria lain. Forrest sering diejek dan dijauhi oleh kawan-kawannya karena kecerdasannya yang di bawah rata-rata. Namun di luar ketidakmampuannya itu, ia memiliki kemampuan lari yang cepat.

The Beginning - Possesif

Pada hari pertama sekolahnya, ia bertemu dengan Jenny, seorang anak perempuan dekat tempat tinggalnya yang dikenalnya sejak taman kanak-kanak, tapi menjadi cinta tak berbalas. Ketika lulus SMA, ia mendaftar masuk ke militer dan dikirim ke Vietnam, di mana ia dengan segera berteman dengan seorang pria negro bernama Bubba, yang meyakinkan Forrest untuk ikut dalam bisnis udang bersamanya setelah perang usai. Forrest menjadi seorang yang sangat berjasa dalam peletonnya dengan kemampuan lari cepatnya. Ia menjadi penyelamat banyak tentara yang terluka dan juga menolong komandannya, sehingga dia menerima Medali Kehormatan Kongres atas kepahlawanannya. Saat penyembuhan dari tembakan peluru yang bersarang di bokongnya, ia menemukan kemampuan terpendamnya dalam pingpong. Ia pun menjadi atlet tenis meja yang terkenal dan membawa negaranya ke ajang internasional dalam sebuah pertandingan melawan tim Cina. Dalam sebuah demonstrasi anti perang di Washington, DC, ia bertemu dengan Jenny, yang telah bergaya hidup hippie. Forrest Gump dewasa menghabiskan waktunya untuk melakukan pencarian teman kecil perempuannya yang hilang. Ia mengeluarkan uang tabungannya untuk membeli kapal penangkap udang seperti yang dijanjikannya pada Bubba. Pada awalnya, usahanya selalu gagal tapi dengan kerja keras dan pantang menyerah, dan dibantu oleh komandannya yang telah pensiun karena cacat, ia pun menjadi seorang yang sukses dan mampu untuk membiayai keluarga Bubba.Suatu hari, Jenny kembali dan menemui Forrest, yang kemudian melamarnya. Jenny menolak, tetapi merasa harus membuktikan cintanya kepada Forrest dengan tidur bersamanya. Jenny kemudian pergi pagi-pagi benar.



Sang Impulsif

Tanpa berpikir panjang, Forrest memilih untuk melakukan perjalanan. Mungkin secara impulsif, ia memutuskan untuk berlari mengelilingi Amerika Serikat, selama lebih dari tiga setengah tahun, dan menjadi terkenal. Sekembalinya di kemudian hari, ia mendapatkan surat dari Jenny, yang melihatnya sedang berlari di televisi, memintanya untuk datang. Setelah bertemu, Forrest menyadari bahwa Jenny telah memiliki seorang anak laki-laki, yang adalah anak mereka berdua. Jenny memberitahu Forrest bahwa Jenny sedang sakit karena virus. Ketiganya kemudian kembali ke Greenbow, Alabama. Jenny dan Forrest akhirnya menikah, tetapi tak lama kemudian Jenny meninggal dunia.


Mengambil Makna
1. Jangan rendah diri, kelemahan dapat menjadi kekuatan jika mau bekerja keras.
2. Bahwa setiap manusia pasti memiliki talenta yang harus dikembangkan.
3. Mau melihat ke depan, jangan hanya berpikir ke masa lalu




diambil dari wikipedia.org

Tuesday, September 23, 2008

TUHAN TIDAK PINTAR MATEMATIKA


Dari pengamatan saya terhadap keseharian yang saya temui, saya dapat menyimpulkan satu hal: Tuhan memang serba bisa, tapi Dia tidak pintar matematika. Kesimpulan ini bukan tanpa dasar lho.

Banyak bukti empiris yang mendukung kesimpulan saya ini. Saya pernah berbincang dengan seorang teman yang bekerja di ibukota dan ia mulai membandingkan penghasilan kami (dari sisi finansial tentunya). Jelas saja saya kalah telak darinya.Saya sempat jengkel sebentar. Bagaimana tidak. Selama bermahasiswa, sepertinya prestasi kami sejajar, bahkan saya lebih dahulu lulus ketimbang dia.


Tapi kenapa Tuhan tidak menitipkan rejeki yang sama besarnya dengan yang dititipkan pada teman saya ini? Tapi, begitu saya merenungkan kembali segala kebaikan Tuhan saya menemukan satu hal yang luar biasa. Ternyata penghasilan saya yang tak seberapa itu cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga saya.

Padahal logikanya pengeluaran saya per bulannya bisa sampai dua kali lipat penghasilan saya. Lalu darimana sisa uang yang saya dapat untuk menutupi kesemuanya itu? Wah, ya dari berbagai sumber.


Tapi saya percaya tanpa campur tangan-Nya, itu semua tidak mungkin.Nah, ini salah satu alasan mengapa Tuhan tidak pintar matematika. Lha wong seharusnya neraca saya sudah njomplang kok masih bisa terus hidup.Bukti kedua adalah kesaksian seorang teman. Ia mengaku kalau semenjak lajang, penghasilannya tidak jauh berbeda dengan sekarang. Anehnya, pada saat ia masih membujang, penghasilannya selalu pas. Maksudnya, pas akhir bulan pas uangnya habis.


Anehnya, begitu ia berkeluarga dan memiliki anak, dengan penghasilan yang relatif sama, ia masih bisa menyisihkan uang untuk menabung. Aneh bukan?Berarti kalau bagi manusia 1 juta dibagi satu sama dengan 1 juta dan 1 juta dibagi dua sama dengan 500 ribu, tidak demikian bagi Tuhan.Dari kesaksian teman saya, satu juta dibagi 3 sama dengan satu juta dan masih sisa. Betul kan bahwa Tuhan itu tidak pintar matematika?


Ah, saya cuma bercanda kok.

Buat saya, kalau dilihat dari logika manusia, Dia memang tidak pintar matematika. Mungkin murid saya yang kelas 2 SD lebih pintar dari Dia. Tapi satu hal yang harus digarisbawahi:

MATEMATIKA TUHAN BEDA DENGAN MATEMATIKA MANUSIA.


Saya tidak tahu dan mungkin tidak akan pernah sanggup mengetahui persamaan apa yang digunakan Tuhan. Tapi kalau boleh saya menggambarkan, ya kira-kira demikian:

X= Y di mana:

X = pemberian Tuhan

Y = kebutuhan


Ya, Tuhan selalu mencukupkan apapun kebutuhan kita. Tanpa kita minta pun, Dia sudah "menghitung" kebutuhan kita dan menyediakan semua lewat jalan-jalan- Nya yang terkadang begitu ajaib dan tak terduga.Menyadari hal itu, saya bisa menanggapi cerita teman-teman yang "sukses" dengan penghasilan tinggi di luar kota dengan senyum manis. Soal penghasilan Tuhan yang mengatur. Untuk apa saya memusingkan diri dengan berbagai kekhawatiran sementara


Dia telah menghidangkan rejeki di hadapan saya?Yang perlu saya lakukan hanyalah melakukan bagian saya yang tak seberapa ini sebaik mungkin, dan Ia yang akan mencukupkan segala kebutuhan saya.


Friday, September 19, 2008

Customers Are Not Always Right, but They Are Still Important!




PERNAH dengar slogan seperti ini?

Rule #1: The customer is always right.

Rule #2: If the customer is wrong, please re-read rule number one!


Itulah slogan yang sangat klasik di kalangan marketers. Slogan ini pun dipakai di mana-mana dan sudah menjadi semacam pelajaran pertama dalam “Customer 101”. Slogan tersebut mulai dipakai di toko-toko ritel sejak awal abad ke-20. Tidak terlalu jelas, siapa yang pertama kali mengucapkan kalimat tersebut.


Kalau di Amerika, yang pertama kali menggunakannya adalah toko serba ada atau toserba (department store) Marshall Field di Chicago yang didirikan pada akhir abad ke-19. Sementara kalau di Inggris, Harry Gordon Selfridge Sr.-lah yang mempopulerkannya. Ia memakainya untuk toserba Selfridge-nya yang ada di London yang dibuka pada tahun 1909.
Selfridge sendiri, yang orang Amerika, sebelumnya pernah bekerja di Marshall Field. Jadi, kemungkinan salah satu di antara Field atau Selfridge-lah yang menciptakan slogan tadi. Sebenarnya, ada lagi pernyataan yang mirip yang berasal dari pebisnis hotel asal Perancis, César Ritz. Pada tahun 1908 ia mengatakan “Le client n’a jamais tort” atau “The customer is never wrong”.


Terlepas dari siapa yang pertama kali mengatakannya, sebenarnya pernyataan tersebut ingin mengatakan bahwa “customer is important”. Tapi, hal ini salah diterjemahkan orang. Banyak yang secara letterlijk (literal) menerjemahkannya, jadinya malah keliru.


Pernyataan itu bukan berarti bahwa pelanggan selalu benar. Ungkapan tersebut lebih merupakan filosofi bagaimana cara melayani pelanggan dengan menempatkan pelanggan sebagai prioritas utama. Buat saya, interpretasi seperti inilah yang lebih tepat.
Di Singapore Airlines, mereka tidak setuju pendapat “customer is always right” karena kenyataannya memang begitu. Namun, siapa yang bisa menyangkal kualitas layanan ala Singapore Girl yang legendaris tersebut? Ini membuktikan bahwa slogan tadi tidak harus ditelan secara mentah-mentah begitu saja. Singapore Airlines menempatkan penumpang sebagai yang terpenting, namun bukan berarti bahwa penumpang selalu benar.

Terlebih di zaman New Wave Marketing ini, belum tentu semua pelanggan bisa bersikap fair dan jujur. Saat ini orang bisa komplain tentang kita dengan memakai nama samaran dan media apapun. Bukan cuma lewat media konvensional seperti surat pembaca di koran. Tapi juga bisa lewat e-mail atau blog atau forum-forum diskusi online.
Jadi, mau tidak mau para marketers sekarang harus rajin-rajin membuka Internet dan meng-googling berita-berita terbaru yang berkaitan dengan merek atau perusahaannya. Karena, kalau ada pelanggan yang komplain dan nggak dijawab dengan sopan bisa meluas ke mana-mana.


Ada satu contoh menarik bagaimana penanganan customer complaint secara keliru bisa tersebar luas lewat Internet. Pada tahun 2006, ada seorang blogger asal New York yang namanya Vincent Ferrari. Usianya sekitar 30-an tahun. Ia adalah pelanggan provider Internet AOL di Amerika.
Ferrari ini ingin membatalkan langganan AOL-nya, karena sejak setahun sebelumnya ia sebenarnya sudah tidak menggunakan layanan AOL lagi. Ia lalu menelepon customer service AOL, dan diterima oleh seseorang yang bernama John. John ini tidak serta-merta menuruti permintaan Ferrari, karena catatan yang ada di AOL menunjukkan bahwa Ferrari masih menggunakan layanan AOL sampai saat Ferrari menelepon itu.
Namun, Ferrari merasa bahwa catatan yang ada di AOL itu tidak benar. Ketika Ferrari bersikeras, John pun minta untuk bicara dengan ayah Ferrari, yang tercatat sebagai nama pelanggan di AOL. Ferrari tidak mau. Percakapan ini berlangsung semakin sengit, karena masing-masing pihak merasa benar. Sampai-sampai Ferrari berulang kali berteriak, “Cancel the Account!”


Serunya, percakapan ini ternyata direkam oleh Ferrari dan dimuat di blog-nya pada 13 Juni 2006. Tak pelak, rekaman ini pun tersebar luas dan bahkan sempat ditayangkan di stasiun TV CNBC. AOL kemudian memecat John, dan menyatakan permintaan maaf kepada Ferrari secara terbuka. Inilah salah satu contoh bahwa pelanggan tidak selalu benar, namun tetap yang terpenting.

Lihat saja, belum tentu Ferrari ini benar, karena catatan AOL menunjukkan bahwa ia masih menggunakan layanan AOL. Namun, nama AOL sudah terlanjur tercemar. Di era New Wave Marketing, kesalahpahaman yang tidak diselesaikan dengan segera seperti ini bisa melebar kemana-mana, merambah tidak terkendali, dan menimbulkan market damage yang biayanya tinggi.

Jadi, kalau pelanggan yang salah, memang harus ditanggapi dengan cepat secara humble,. Tapi tidak perlu minta maaf dan memberikan recovery kalau memang Anda tidak salah. Lantas, bagaimana kalau Anda yang salah? Wah, harus cepat-cepat minta maaf, memberikan recovery dan janji bahwa hal seperti itu tidak akan terulang kembali.




Wednesday, September 17, 2008

Ulang Tahun Mario Ke-2


Digendong Suster di Panti Asuhan Anak-anak

Melihat Aktivitas Teman-teman di Panti Asuhan

Halo, namaku Rio...


Foto Bareng Oma Opa di Panti Jompo



Kue Black Forest !!! Hmmm..



Mejeng Bentar Ahh...


Panjang Umurnya 2x!!!
1....2.....3.....huffff!!!!!


Siap-siap Bagi-bagi Kue ke Teman-teman



Kuliah MM

Natalan Bersama 2007

Gong Xi Fat Choy 2008

Kuliah Terakhir Bareng Pak Hadi Satyagraha









Tuesday, September 16, 2008

Coach Carter - It Begins On The Streets, It Ends Here


YOUNG MEN...the journey of a thousand miles, begins with a first step.""AVERAGE is just not good enough. Period." "These are STUDENT ATHLETES..STUDENT comes first."


THE STORY
SMU Richmond memiliki tim bola basket yang cukup tangguh, namun keberhasilan mereka sebagai sebuah tim bola basket tidak disertai dengan prestasi belajar yang gemilang. Para anggota tim ini lebih memperhatikan prestasi basket dibandingkan dengan prestasi belajar mereka, hal serupa ditunjukan pula oleh pihak sekolah. Hingga suatu ketika, muncullah seorang pelatih basket baru bernama Ken Carter. Berbeda dengan pelatih sebelumnya, Carter meminta para anggota tim basket untuk menandatangani surat kontrak yang menyatakan bahwa mereka bermain basket sekaligus akan mencapai nilai GPA sebesar 2,3 dalam mata pelajaran mereka. Tak ayal, hal ini membuat beberapa anggota tim memeutuskan untuk keluar dari tim basket SMU Richmond. Cara Carter melatih mereka pun penuh dengan disiplin tinggi dan tak pandang bulu, terbukti, putera Carter sendiri, Damien yang baru saja bergabung dalam tim basket tersebut tidak mendapatkan perlakukan khusus.

Kemenangan demi kemenangan pun berhasil diraih oleh tim basket Richmond, namun betapa sedihnya Carter karena hal tersebut tidak disertai dengan peningkatan prestasi belajar mereka. Melihat hal ini, Carter pun melakukan tindakan ekstrim, mengunci ruang gym sekolah dan meniadakan pertandingan basket hingga para anggota timnya mencapai indeks prestasi seperti yang tertulis didalam surat kontrak. Hal ini sempat mendapat reaksi dari para orang tua murid serta pihak sekolah. Namun, Carter tetap mempertahankan keputusannya. Toh, setelah mereka mencapai indeks prestasi yang sesuai harapan, Carter pun berhasil membawa tim Richmond ke turnamen basket nasional berhadapan dengan tim basket paling tangguh dari SMU St.Francis. Lalu, akankah tim Richmond berhasil memenangkan turnamen tersebut, dan mengapa Carter begitu bersikukuh agar para anggota timnya memiliki indeks prestasi yang tinggi?

A TRUE STORY ABOUT A TOUGH COACH
Terinspirasi dari sebuah kisah nyata yang dibuat menjadi sebuah film menarik oleh duo produser Brian Robbins dan Mike Tollin. Sebenarnya, Robbins lebih dikenal sebagai seorang sutradara yang piawai membesut film-film dengan latar belakang olahraga mulai dari Varsity Blues, Hardball, dan Ready to Rumble. Namun, untuk film ini, Robbins lebih memilih rekannya, Thomas Carter untuk menyutradarainya. Carter sendiri sudah pernah membuat film berlatar belakang dunia tari, Save The Last Dance yang dibintangi Julia Stiles dan Sean Patrick Thomas. Tokoh si pelatih Ken Carter sendiri, diperankan oleh aktor Samuel L. Jackson yang menunjukan performa aktingnya yang cukup bagus. Sementara untuk para anggota tim bola basketnya sendiri dipilih para aktor muda seperti Robert Ri`chard (House of Wax) sebagai Damien Carter, Rick Gonzalez, Rob Brown, dan Antwon Tanner. Plus penampilan penyanyi Ashanti yang berperan sebagai Kyra, pacar salah seorang anggota tim basket Richmond.

Film ini bisa dibilang sebuah film drama sport yang menarik untuk ditonton, terutama bagi mereka yang gemar akan olah raga bola basket. Adegan-adegan dramanya pun berhasil ditampilkan dengan baik oleh Carter selaku sutradara film ini. Akting para pemainnya sendiri cukup bagus dan natural. Sedikit banyak, film ini mengingatkan gue pada film Remember The Titans, mungkin karena sosok pelatihnya yang adalah seorang kulit hitam dan ilustrasi musiknya yang digarap oleh komposer yang sama (dalam hal ini Trevor Rabin). Secara keseluruhan, film ini saya bisa nilai menarik dari segi penggarapan serta ceritanya, terutama bagi mereka yang gemar akan film drama sport, khususnya olahraga bola basket.

MENGAMBIL MAKNA
1. Jangan cepat puas diri, harus terus improvement continuous
2. Champion never give up, Champion hold their head high
3. Be a champion not a winner ! jangan terlena dengan kemenangan tapi harus dapat mempertahankan semangat juara.

The Never-Ending Cola War: Coke vs Pepsi


PERANG antara Coca-Cola (Coke) dan Pepsi memang merupakan salah satu perang klasik dalam dunia pemasaran. Kedua merek ini di zaman Legacy Marketing dulu saling menyerang lewat iklan.
Salah satu iklan Pepsi pada era 1980-an ada yang berjudul “Earth: Sometime in the Future”. Digambarkan seolah-olah kondisi bumi di masa depan. Ada seorang guru yang membawa murid-muridnya berjalan-jalan ke sebuah situs arkeologi. Sambil berjalan-jalan, murid-murid tersebut minum Pepsi. Di sana mereka menemukan berbagai benda yang merupakan artifak dari masa lalu. Benda pertama adalah bola bisbol. Yang kedua adalah gitar.

Nah, benda ketiga yang ditemukan tidak jelas bentuknya karena sudah tertutup debu dan tanah. Sang guru lalu membersihkan benda tersebut, dan akhirnya benda tersebut menampakkan wujudnya yang asli. Murid-muridnya bertanya, benda apa itu? Dijawab oleh sang guru, “I have no idea.”Anda tahu benda apa itu? Ternyata itu adalah sebuah botol Coke! Iklan tersebut kemudian diakhiri dengan tulisan “Pepsi: The Choice of a New Generation.”
Kurang ajar, bukan? Memang, dari dulu Pepsi itu selalu membuat iklan-iklan komparasi yang “menghantam” Coke. Pepsi ingin mereposisi Coke sebagai kola yang kuno, kola-nya orang tua. Tapi, Coke juga tidak tinggal diam. Coke pernah membuat iklan untuk merespon kampanye “Pepsi Challenge” pada tahun 1985.


Ketika itu Pepsi pernah melakukan blind test. Orang diminta memilih, mana yang lebih mereka sukai dari dua minuman kola tanpa merek yang mereka minum. Kedua minuman itu nantinya diketahui masing-masing adalah Pepsi dan Coke. Hasilnya? Pepsi mengklaim bahwa kebanyakan orang lebih suka minum Pepsi ketimbang Coke.


Nah, selain merespon dengan mengeluarkan “New Coke” yang menjadi salah satu marketing failure paling terkenal itu, Coke juga sempat mengeluarkan iklan. Isinya membandingkan “Pepsi Challenge” dengan kisah dua ekor simpanse yang sedang memutuskan, bola tenis mana yang bulunya lebih banyak! Kurang ajar, bukan? Memang, perang antar kedua kola ini sudah berlangsung turun-temurun dan bahkan jadi menarik untuk dinikmati.
Saya sendiri pernah berkunjung ke museum Coke di Atlanta, Amerika Serikat. Museum yang namanya “The World of Coca-Cola” ini menampilkan sejarah Coke lengkap dengan iklan-iklannya yang terkenal dari masa ke masa. Iklan-iklan tersebut berasal dari seluruh dunia. Di sini juga ada botol Coke dari berbagai negara. Ditampilkan juga bagaimana pengaruh Coke terhadap pop culture. Ada benda-benda seni yang terbuat dari botol dan kaleng Coke, yang salah satunya adalah karya artis terkenal Andy Warhol.


Ini menunjukkan bahwa Coke menghargai keragaman budaya lokal dari masing-masing bangsa. Di China, nama Coca-Cola bahkan sengaja disesuaikan dan ditulis dengan empat karakter huruf Mandarin yang dieja sebagai “ke kou ke le” yang bisa diartikan sebagai “delicious happiness”.
Dalam soal budaya, Coke memang dianggap lebih berpengaruh ketimbang Pepsi. Tokoh Santa Claus yang kita kenal sekarang misalnya—seorang kakek tua berkumis dan berjanggut panjang berwarna putih dengan pakaian merah-putih—disebut-sebut dipopulerkan pertamakalinya oleh Coke pada tahun 1930-an lewat iklan-iklannya.


Sementara itu, Pepsi selalu berupaya menampilkan citra sebagai kola yang lebih muda daripada Coke. Pepsi selalu memanfaatkan selebritis yang dekat dengan anak muda pada masanya. Selebritis mulai dari Michael Jackson, Madonna, Britney Spears, David Beckham, Spice Girls, F4 sampai ke Jay Chow sempat menjadi brand endorsers Pepsi.
Perang kola ini terus berlanjut di era Internet. Pepsi meluncurkan kembali program “Pepsi Stuff” pada tahun 2005 lalu, yang kemudian direspon Coke dengan meluncurkan program “Coke Rewards”. Keduanya adalah loyalty program yang memberikan hadiah kepada pelanggan yang berhasil mengumpulkan sejumlah poin secara online.

Berbagai kisah di atas menunjukkan bahwa kedua merek sama-sama hebat. Mereka sama-sama ingin jadi merek yang horisontal. Kalau Coke menempuh cara lewat pendekatan budaya lokal, Pepsi ingin memposisikan dirinya sebagai mereknya anak muda yang selain merupakan simbol masa depan, juga merupakan simbol horisontal.
Tidak ada yang mau jadi Legacy Brand. Tidak ada yang mau jadi Vertical Brand. Inilah contoh produk komoditas. Produk yang bukan hanya low-technology, namun malah no-technology. Kedua produk ini juga sudah sangat kuno. Mereka sudah ada sejak tahun 1890-an. Jadi usianya sudah lebih dari 100 tahun. Walaupun demikian, mereka tetap terus berebut untuk jadi Horisontal Brand.



Lantas, siapa yang menang? Buat saya, it’s a never-ending war. Hal ini karena mereka bermain traditional boxing, bukan Thai boxing atau American Wrestling seperti pernah saya bahas. Mereka tidak melakukan perang harga atau main curang.
Jadi, mari terus kita nikmati perang klasik antara kedua merek ini!


diambil dari new wave marketing http://www.kompas.com/



The Man Who Has Eaten 23,000 Big Macs



PERCAYA atau tidak, ini fakta, bukan sensasi belaka. Ada orang yang namanya Don Gorske yang tinggal di Wisconsin, Amerika. Sepanjang hidupnya, ia sudah makan lebih dari 23 ribu hamburger Big Mac!

Gorske pertama kalinya makan Big Mac ketika berusia 17 tahun, tepatnya pada 17 Mei 1972. Waktu itu ia membeli tiga buah Big Mac saat makan siang di salah satu restoran McDonald’s. Kemudian ia kembali ke restoran tersebut dua kali lagi untuk memesan total sembilan Big Mac pada hari itu juga. Nah, sejak saat itulah Gorske jadi keranjingan Big Mac. Ia makan sembilan Big Mac sehari, walaupun belakangan ia telah menguranginya menjadi dua buah saja per hari.
Gorske ini hampir-hampir tidak makan makanan lain selain Big Mac. Minumnya juga Coke terus. Ia bilang selama 36 tahun ini ia hanya satu hari saja tidak makan Big Mac, yaitu ketika ibunya meninggal, untuk menghormati ibunya itu.

Big Mac-nya yang ke-23 ribu dimakannya pada 17 Agustus lalu. Lantas, bagaimana ia bisa tahu jumlah Big Mac yang telah dimakannya selama ini? Gorske ternyata menyimpan setiap nota pembelian Big Mac-nya sejak tahun 1972 itu. Diperkirakan ia telah menghabiskan sekitar 50 ribu dollar AS untuk Big Mac selama ini.

Gorske bahkan melamar istrinya, Mary, di tempat parkir McDonald’s. Resepsi pernikahannya juga dilangsungkan di McDonald’s, di mana di situ ia makan sebelas buah Big Mac! Bagi Gorske, Big Mac memang seperti sudah menjadi bagian dari raison d’être-nya. Katanya, “I promised myself I would eat a Big Mac every day no matter how bad things got. The best thing of the whole day was the Big Mac.”!

Edan, bukan? Gorske ini memang seorang “Big Mac enthusiast”. Namanya sangat populer. Selain tercatat dalam Guinness Book of Records tahun 2005, ia juga muncul dalam film dokumenter “Super Size Me” pada tahun 2004 lalu. Inilah contoh nyata dari lifetime customers yang saya ceritakan pada tulisan sebelumnya.

Gorske secara harfiah memang adalah pelanggan seumur hidup McDonald’s. Ia bahkan tidak pernah berpaling ke kompetitor McDonald’s satu kali pun sepanjang hidupnya! Sementara bagi McDonald’s sendiri, cerita Gorske ini menjadi PR (public relations) yang bagus. Bagaimana tidak, McDonald’s selama ini dipersepsi banyak orang sebagai penyedia junk food yang tidak sehat.
Namun, walaupun makan Big Mac terus-terusan, ternyata fisik Gorske tetap sehat. Kadar kolesterolnya juga relatif normal, hanya 140. Gorske dan McDonald’s tidak sendiri. Lifetime customers seperti ini juga ada di tempat lain.

Di Southwest Airlines misalnya, ada penumpang yang namanya Ann McGee-Cooper. McGee-Cooper ini kebetulan adalah seorang public speaker dan konsultan. Jadi, ia termasuk frequent flyer Southwest Airlines karena sering terbang kemana-mana.
Seperti yang dikisahkan dalam buku Creating Customer Evangelists karya Ben McConnell dan Jackie Huba, pasca terjadinya peristiwa 9/11 tahun 2001, tepatnya pada Oktober 2001, McGee-Cooper mengirim surat ke maskapai penerbangan bertarif murah tersebut.
Mau tahu isinya? McGee-Cooper bilang kalau ia bertekad kuat untuk mendukung Southwest Airlines. Ia akan membujuk klien, teman, dan anggota keluarganya untuk terbang dengan Southwest Airlines. Agar orang-orang tadi lebih tertarik, McGee-Cooper bahkan akan membelikan tiketnya untuk mereka.

Bukan hanya itu, McGee-Cooper juga bilang kalau ia akan membeli lebih banyak saham maskapai penerbangan tersebut. Bahkan, ia menyisipkan cek senilai 500 dollar AS ke dalam suratnya itu, seraya mengatakan bahwa maskapai penerbangan itu lebih membutuhkannya ketimbang dia!
Luar biasa, bukan? Bagi Southwest Airlines, ini merupakan dukungan moral yang tidak ternilai harganya. Bagaimana tidak, masa-masa itu industri penerbangan sedang terpukul. Banyak orang yang takut naik pesawat gara-gara peristiwa 9/11 itu. Namun, surat McGee-Cooper tadi mampu membangkitkan semangat para karyawan Southwest Airlines.
Nah, pelanggan seperti inilah yang merupakan valuable customers bagi perusahaan. Mereka bukan sekadar pelanggan biasa. Mereka ini pelanggan loyal dan lifetime customers. Dalam marketing, pelanggan seperti ini sangat penting karena mampu meningkatkan value perusahaan secara keseluruhan.

Ada alat untuk menghitung nilai pelanggan, namanya customer lifetime value (CLV). Intinya, alat ini memperkirakan berapa besar biaya yang dibutuhkan untuk menjalin relasi jangka panjang dengan seorang pelanggan. Kalau biaya akuisisi lebih kecil daripada lifetime value-nya, maka pelanggan tersebut dinilai profitable dan layak untuk menjadi pelanggan kita.
Jadi, seperti saya bilang kemarin, Anda pun bisa memilih pelanggan, mana yang valuable, mana yang tidak. Maka, jadikanlah pelanggan Anda sebagai lifetime customers. Mereka akan membawa tangible dan intangible value yang tidak terhitung nilainya bagi perusahaan Anda.

(diambil dari new wave marketing http://www.kompas.com/)

Tuesday, September 9, 2008

Erin Gruwell - Sang Guru

Film yang becerita tentang keberanian dan kasih sayang. Aku tonton pas acara Break & Fun di kantor. Film ini bercerita tentang kisah sukses Erin Gruwell (Hilary Swank) dalam mengatasi para siswa-siswinya yang tidak peduli pada pendidikan merupakan tontonan yang menarik.
ERIN GRUWELL – SANG GURU
Opening film ini diawali dengan adegan salah satu murid kelas 203, Eva (April Lee Hernandez) yang memiliki darah Amerika Latin ketika masih kecil.
Dibesarkan di lingkungan yang keras, Eva menyaksikan seorang pria ditembak di seberang rumahnya ketika dia sedang duduk di depan pintu. Karena ikatan suku yang kuat dan membela orang segolongannya, akhirnya ayah Eva yang menanggung risiko untuk di penjara. Ketika remaja pun akhirnya Eva memutuskan untuk bergabung dengan salah satu geng.
Kehidupan di Long Beach pada saat itu benar-benar penuh dengan peperangan antar geng. Setiap golongan memiliki geng, ada geng Negro, geng Amerika Latin, geng Kamboja, dan geng Asia. Setiap geng saling membenci satu sama lain, lingkungan mereka dipenuhi dengan baku tembak antar geng. Erin datang ke Long Beach untuk mengajar, dan dia mendapatkan kelas yang merupakan bagian dari program untuk membaurkan remaja antar golongan ini. Tetapi keadaan di kelas benar-benar penuh dengan kebencian, dan mereka pun duduk saling berkelompok sesuai dengan golongannya. Bahkan Ben (Hunter Parrish) sebagai satu-satunya siswa kulit putih menjadi terkucilkan.
Atasan Erin mengatakan bahwa seandainya Erin datang dua tahun sebelumnya tentunya dia menemukan sekolah itu penuh dengan siswa-siswi pandai yang memang memenuhi kelas sebagai sekolah unggulan. Namun justru Erin merasa tertantang untuk mengatasi perpecahan antar golongan ini. Dengan pendekatan yang manusiawi, Erin benar-benar merasa bertanggung jawab untuk dapat memberikan pendidikan pada siswa-siswinya.

METODE BARU
Dengan tidak menggunakan cara pengajaran yang konservatif dengan materi-materi yang membosankan, Erin berusaha menggunakan metode-metode hasil eksperimennya sendiri. Pelajaran bahasa dan sastra yang menggunakan contoh seniman modern seperti lirik lagi Tupac Shakur, seorang rapper kulit hitam. Erin pun mendapat cercaan sebagai kulit putih yang mau mengajari rap dan hip hop. Tanpa menyerah Erin terus berusaha untuk dapat menembus ke hati siswa-siswinya dengan cara memberi mereka masing-masing buku tulis, agar mereka mau menulis jurnal atau apapun yang ingin mereka tulis sebagai ekspresi dari diri mereka.
Erin tidak memaksa untuk membaca tulisan mereka, dia mengatakan bila memang siswa-siswinya menghendaki dirinya membaca tulisan mereka, maka dia menyediakan lemari untuk meletakkan buku-buku tersebut. Dan alangkah senangnya Erin ketika melihat isi lemari penuh dengan buku-buku yang berisi curahan hati mereka. Walaupun pertengkaran antar geng masih berlanjut, bahkan salah satu teman Eva secara tidak sengaja membunuh salah satu remaja Kamboja ketika ingin menembak salah satu anggota geng kulit hitam. Eva sebagai saksi mata, tidak ingin berkhianat terhadap golongannya, maka dia justru bersaksi bahwa pelaku penembakan adalah salah seorang kulit hitam temannya.
Karena Supervisor Erin tidak mau mendukung Erin untuk memberikan fasilitas berupa buku-buku materi sebagai bahan pengajaran Erin, maka Erin juga mencari pekerjaan tambahan untuk dapat membelikan siswa-siswinya buku yang pantas untuk dibaca. Salah satunya adalah buku The Diary of Anne Frank, para siswa-siswi pun penasaran akan kisah Anne Frank tersebut. Bagaimana gadis seumuran mereka mencoba bertahan hidup pada jaman Nazi. Tidak hanya sampai di situ, Erin terus berusaha agar para muridnya dapat saling membaur dan berdamai satu sama lain. Dengan cara membawa mereka tur, dan mengadakan makan bersama dengan beberapa pelarian di jaman Nazi yang selamat.

NEW BEGINNING
Kisah berlanjut dengan persahabatan antar golongan yang mulai terjalin, bahkan seorang Ben pun sudah dapat diterima untuk bergaul dengan Marcus (Jason Finn) salah seorang anggota geng kulit hitam yang diusir dari rumah oleh ibunya. Marcus diusir karena bergabung dengan geng, namun dia adalah salah satu murid yang sangat mengagumi perjuangan Anne Frank dan berkeinginan untuk bertemu dengan Miep Gies (Pat Carroll), yaitu orang yang membantu menyembunyikan keluarga Anne Frank dalam menghadapi Nazi. Para murid ingin sekali dapat bertemu langsung dengan Miep Gies.
Karena sekolah tidak mau membiayai untuk mendatangkan Miep Gies, maka persahabatan antar murid pun semakin terjalin dengan ide-ide mereka untuk mengumpulkan sumbangan agar dapat mendatangkan Miep Gies ke sekolah mereka. Banyak media yang meliput kejadian-kejadian tersebut, tentu saja hal ini semakin membuat kesal supervisor Erin. Dan betapa bangganya para murid ketika dapat berhadapan langsung dengan Mip Gies, yang juga telah membaca jurnal mereka, dan menganggap mereka semua adalah pahlawan. Pahlawan dari kehidupannya masing-masing. Namun kesuksesan Erin dalam perjuangannya menyatukan perpecahan antar golongan tidak diimbangi dengan kesuksesannya membina keluarga. Suami Erin yang selama ini mendukung Erin tiba-tiba meninggalkannya begitu saja.
Eva pun tiba-tiba berani bersaksi yang jujur, walaupun akhirnya dibenci oleh golongannya. Konflik pun bertambah ketika Erin tidak diijinkan kembali mengajar mereka karena mereka sudah harus pindah kelas. Ketika dia memperjuangkan untuk dapat mengajar mereka, karena permintaan murid-muridnya yang sudah merasa sebagai satu keluarga, malah supervisornya membawa-bawa masalah pribadinya untuk menjatuhkan.
Bagaimana akhirnya apakah Erin dapat kembali mengajar mereka? Hal ini akan terjawab pada akhir dari film ini. Film ini cukup bagus dalam promosi menjauhkan perpecahan SARA. Terutama bagi bangsa yang sudah saling membenci satu sama lain… Sekali lagi memang ini salah satu film terbaik yang dimainkan Hilary Swank setelah Boy’s Don’t Cry.

MENGAMBIL MAKNA
1. Berani mengambil sikap positif meskipun lingkungan sekitar tidak mendukung adalah cara menunjukkan kasih sayang kepada lingkungan kita.
2. Persitiwa masa lalu adalah proses pembelajaran yang baik karena dengan pengalaman tersebut kita memiliki pedoman dan pegangan untuk menghadapi masa depan kita.
(form film "Freedom Writers" August, 2008)

Bill Potter - Unstoppable Man

CACAT SEJAK LAHIR
Bill Porter seorang pemuda cacat. Waktu ibunya melahirkan Bill, dokter menggunakan alat vacuum yang meleset, sehingga merusak sebagian syaraf otak Bill. Akibatnya dia jalan seperti orang mabuk, tangan kanannya bergantung begitu saja, dan bicaranya pun tidak jelas. Film diawali dengan percakapan antara Bill dan ibunya. Karena Bill tidak bisa memakai dasi sendiri, ibunyalah yang mengerjakan itu. Sambil mematut diri, Mrs. Porter bilang ke anaknya, “Pasti membutuhkan waktu untuk orang-orang mengenalmu. Tapi ingat: sabar dan gigih (patient and persistence)!”Bill memulai pekerjaannya di bulan Oktober 1955 sebagai pedagang berbagai jenis sabun secara door to door. Mamanya mengantar dengan mobil sampai di sudut jalan. Rumah pertama yang dimasukinya langsung ditinggalkannya karena seekor anjing besar menunggunya di sana. Rumah kedua dibuka oleh pria setengah mabuk. Pria ini membanting pintu begitu Bill mulai mengenalkan dirinya. “Semacam orang peminta-minta,” kata laki-laki itu kepada perempuan yang berteriak “siapa itu?” dari dalam. Di rumah ketiga, Bill belum sempat bicara ketika penghuni rumah memulai pertengkaran dengan tetangganya karena pohon kesayangan tetangganya merusak atap rumah mereka.


PANTANG MENYERAH
Tanpa putus asa, Bill berjalan terhuyung-huyung memasuki rumah yang lain. Dia disambut oleh perempuan yang sedang berteriak kepada dua anaknya. Salah seorang anaknya langsung kabur melihat penampilan Bill. Di rumah berikutnya dia masuk dan menjelaskan produk Watkins yang dijualnya. Nyonya rumah menolak membeli, tetapi mengatakan, “Saya menghargai usahamu,” sambil memberi sejumlah uang. Bill bangkit dan berkata, “Saya tidak membutuhkan belas kasihan. Tetapi Anda perlu pembersih untuk sofa Anda yang jorok!”Ny. Sullivan adalah pembeli pertamanya. Dia membayar hampir 50 dolar untuk dua pemutih dan sabun. “Hari ini aku dapat komisi $ 4,25”, Bill bersorak ketika ibunya menjemputnya sore itu. Di rumah, Ny. Porter bilang pada Bill, “Kamu seorang penjual. Ayahmu juga penjual yang berhasil. Dia berprofesi penjual selama 38 tahun. Saya tahu kamu akan berhasil.”

IBU,SANG PEMBERI SEMANGAT
Sangat menarik melihat Ny Porter menyemangati anaknya. Di hari pertama Bill bekerja, Ny. Porter menuliskan dua kata mujarab dengan saus tomat pada roti makan siang Bill: patient and persistence. Dia juga memasangkan dasi dan kancing manset Bill. Hubungan dia dan ibunya juga sangat baik. Setelah beberapa bulan Ny. Porter kena parkinson dan harus tinggal di rumah jompo. Ny. Porter kian murung karena merasa menjadi beban untuk anaknya. “Kalau begitu, kita impas,” seloroh Bill.Bill konsisten dengan profesinya. Ketika syaraf tulang punggung bermasalah karena dia terus menerus menjinjing tas berat, dokter menyuruhnya berhenti menjual. Tapi Bill menolak. Dia menyewa tenaga orang lain. Dalam hal ini, Shelly sungguh berperan dalam hidupnya. Shelly beserta suami dan dua puteri mereka menjadi keluarga baru untuk Bill. Dia memelihara hubungan dengan semua pelanggan. Dia berhasil mendamaikan tetangga yang bertengkar soal pohon cemara. Dia juga memenangkan cinta anak kecil yang pernah takut melihat penampilannya. Sangat jelas digambarkan bagaimana seorang Bill Porter bukan hanya penjual. Dia mampu memperkaya kehidupan orang lain, bahkan dengan pelanggan yang tingkah lakunya aneh dan menyebalkan.

MENJADI INSPIRASI
Pada tahun 1989, Bill Porter meraih penghargaan dari perusahaan Watkins sebagai penjual terbanyak. Dia berhasil menjual produk Watkins sebanyak $ 42.460 dalam setahun. Prestasinya ini melebihi orang-orang muda yang yang berpenampilan normal pada masa itu. Di acara Watkins Annual Gathering, Bill mempersembahkan penghar-gaannya untuk kedua orangtuanya, “Aku suka menjadi penjual. Ayahku juga dulu seorang penjual; dan ibuku mengajariku kesabaran dan kegigihan. Dia takkan membiarkan aku merasa malu….” Bill mengalami depresi ketika cara jual door to door tidak lagi populer. Manajemen baru Watkins memilih menjual lewat iklan di TV, membuat katalog, dan menerima pesanan lewat telepon. Dia meninggalkan tas Watkinsnya di gudang penjualan door to door. Perubahan terjadi ketika anak kecil yang pernah takut padanya (yang sekarang sudah dewasa dan berprofesi sebagai wartawan), menjumpainya dan menulis sejarah keberhasilannya sebagai penjual. Bill tidak suka membaca puji-pujian orang di suratkabar. Tetapi ketika semua orang mengatakan, tulisandi koran itu sangat bagus dan memberi inspirasi, Bill tergugah. Dia menghubungi manajemen Watkins dan kembali menjadi penjual door to door.

MENGAMBIL MAKNA
Banyak hal yang saya pelajari dari film ini, di antaranya adalah:
1. Penting sekali orangtua memberi teladan bagaimana berjuang. Ini membentuk konsep anak mengenai kerja keras.
2. Selain itu, orangtua perlu membangun semangat anak melalui kata-kata, perhatian, dan perbuatan yang baik.
3. Teladan dan kata-kata kita tidak akan lalu begitu saja. Inilah bekal baginya ketika dia dewasa dan menghadapi kehidupannya sendiri.


(from film "Door To Door" http://www.billpotter.com/)